Crusaders Di Industri Selular Indonesia

2008-08-13 Leave a Comment



Di postingan ini, saya sempat sedikit menyinggung tentang perang harga di dunia seluler di republik ini. Dan saya pikir, sudah menjadi sebuah fenomena umum jika para operator selular itu mengadakan perang harga dengan tujuan utama: merayu para pelanggan untuk berpindah ke operator mereka. Sejujurnya, saya sangat tidak menyukai kondisi peperangan itu karena korban yang "mungkin" bermunculan justru lebih besar dari pada perang salib. Korban tersebut berjajar dari mulai para pemain, rakyat biasa, hingga senjata yang harus mereka gunakan. takboletakbole

Baru-baru ini, saya membaca dari website ini, tersurat bahwa komplain terhadap operator selular meningkat. Salah satunya adalah Jebakan dari iklan. Iklan yang ada saat ini terkesan menjebak dengan tarif yang sangat rendah, bahkan ada yang menjanjikan gratis. Tapi, pada waktu pemakaian tertentu tiba-tiba sambungan putus. Selain itu, kenalan blogger saya dari Jogja memiliki keluhan lain yang bisa dibaca di artikelnya disini. Saya lalu tertawa, karena saya sempat mengalami masalah yang sama.gelakguling

Ya, itu adalah salah satu efek buruk yang ditimbulkan karena perang harga. Suatu kondisi dimana perusahaan akan berjuang mati-matian untuk mereduksi COGS atau biaya pokok untuk penjualan (saya tak suka menyebut harga pokok penjualan karena menurut saya, cost ≠ harga, melainkan biaya). Dan salah satu dampak ekstrim pengurangan biaya produksi tersebut adalah penurunan kualitas yang juga berarti pengabaikan tingkat kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Hal ini banyak terjadi dalam industri pesawat terbang seperti kasus Adam Air, Lion Air, dsb.

OK, bagaimana dengan industri seluler? Saya melihat peperangan ini dimulai ketika CDMA Esia memproklamirkan "1 jam = Rp 1000,-". Saat itu, banyak orang yang menganggap bahwa pasar CDMA dan GSM itu merupakan pasar yang berbeda karena pada kenyataannya banyak orang yang memiliki dua provider selular dari dua jaringan tersebut. Namun, lambat laun predatory pricing yang dibuat Esia kala itu berdampak ke operator GSM. Jika dulu di benak kita CDMA untuk nelpon dan GSM untuk SMS-an, kini tidak lagi.

Para provider GSM ternyata gerah dengan apa yang dilakukan Esia. Dan akhirnya mereka melakukkan "serangan fajar" dengan pemberian diskon-diskon. Namun tetap gagal, dan akhirnya perang tarif pun tak terhindarkan. Dalam perang kali ini, saya melihat Indosat dan XL adalah crusaders yang paling reaktif dibandingkan para pelaku pasar lainnya. Mengapa? anda mungkin bisa mengamatinya dengan iklan-iklan yang ada di TV. Disitu anda disuruh memilih antara Dian Sastro & Luna Maya. rindurindu

Saya melihat hal ini merupakan sebuah upacara ritual kematian bagi para peserta perang. Logika sederhananya begini. Dengan adanya perang harga, konsumen memang sangat diuntungkan dengan adanya harga murah, meski mereka harus membayar trade-off dengan menurunnya kualitas produk (dalam istilah Jawanya: "rego nggowo rupo"). Dan ketika seluruh harga tersebut bergerak menuju ketitik terendah, tak ada jurus ampuh lagi yang bisa dilakukkan selain mengurangi biaya pembuatan produk tersebut (karena pada kenyataannya perusahaan nggak bakalan ada yang mau rugi) yang juga berarti kemungkinan besar untuk terjadi penurunan kualitas. Namun, kondisi perang harga yang intensif, khususnya pada fixed wireless access, yang diindikasikan dengan promosi BTL (Below the Line) dan ATL (Above the Line) promotion dapat menyebabkan kejenuhan di mata konsumen karena mereka tidak akan ngeh dengan diferensiasi harga. Suatu kondisi dimana para konsumen tidak dapat membedakan antar produk satu dengan lainnya lantaran sama-sama murah. Setelah itu? Hanya ada satu kata di benak manajer marketing operator seluler, yaitu: pusing !!! blurblur

Justru saya melihat, Telkomsel sangat diuntungkan dengan adanya peperangan tersebut. Mengapa? karena mereka adalah pemimpin pasar dan didukung oleh pendanaan yang sangat kuat dari Telkom dalam kegiatan operasionalnya. Cobalah anda lihat, Telkomsel tidak terlalu aktif dalam persaingan perang harga, they just wait and see. Menurut saya, mereka sudah memiliki sejumlah rencana khusus terkait dengan yang satu ini. fikirfikir


Begini, boleh jadi mereka memang "kalah murah" dibandingkan para pesaingnya. Tapi dengan jaringan yang mereka miliki, rasanya sulit bagi para provider lainnya untuk menggoyang Telkomsel yang memiliki jumlah pelanggan sebanyak 48% dari total pelanggan di tahun 2007 lalu.[1] Mengapa? karena diperlukan sebuah insentif lebih bagi para pelanggannya untuk berpindah ke operator lain. Karena saya pribadi agak malas jika harus gonta-ganti nomor telefon setiap seminggu sekali (mungkin anda juga...). Dan insentif tersebut coba diwujudkan oleh para pesaingnya dalam bentuk tarif yang murah. Mungkin hal ini sedikit berhasil di Jawa, tapi untuk merambah luar Jawa? Sepertinya perlu waktu yang lebih panjang lagi. Nah, masalahnya, apakah para crusaders tersebut masih sanggup bertahan dalam tahap perayuan konsumen ini? Saya sangsi dengan hal itu. sighsigh

Mungkin sebagai pemain besar, Telkomsel mengharapkan pertarungan sesama musuhnya akan diakhiri dengan kebabakbeluran dari setiap petarung, sehingga pada akhirnya mereka akan melenggang sendirian menuju puncak. Mungkinkah hal ini terjadi dikala industri ini telah berkembang 40% - 55% dalam dua tahun terakhir[2]? Kenapa tidak. Seperti yang sudah saya katakan diatas, konsumen bisa jadi tidak dapat membedakan antar produk satu dengan lainnya lantaran sama-sama murah, dan pada akhirnya akan memilih produk dengan kualitas yang terbaik.

Maka dari itu, sejujurnya saya mengusulkan kepada pihak KPPU untuk meninjau ulang industri yang satu ini (atau justru mengharamkan perang harga, tak hanya kartel harga). Jangan sampai slogan Adam Air terbang murah dengan nyawa murah terulang lagi :ngacir:



1 Data market share dikutip dari http://telkom.info/
2 Data perkembangan industri seluler dicomot dari situs Bank Indonesia

DISCLAIMER :
Semua data yang saya pake disini adalah data sekunder
Gambar saya ambil dari sini

14 comments »

  • Anonymous said:  

    Hehehe saya juga pernah kena batunya..tapi karang saya udah pindah operator and ga pernah ada masalah..
    Artikelnya bagus and boleh saya copy kan buat saya baca2 and simpen dilaptop..boleh kan???

  • Anonymous said:  

    Perang harga tidak akan menggoyang bisnis mereka. Ini sekadar ' iseng iseng berhadiah '. Kenapa ? Karena justru pemasukan utama provider bukan dari pelanggan pra bayar tetapi justru dari pelanggan loyal paska bayar - yang malah seolah dianak tirikan, nggak ada discount dsb.
    Telkomsel ( 2006 ) memiliki pelanggan 13 juta, yang mana 10 juta pra bayar dan 3 juta paska bayar. Namun pemasukannya yang terbesar dari 3 juta itu

  • tyasjetra said:  

    yang diuntungkan memang konsumen..
    tapi karena bnyk orang yg hanya membeli kartu perdana hanya utk menikmati masa promo aja..
    maka 1 orang dalam sebulan bisa ganti nomer beberapa kali..
    kalo aku sih tetap dg nomer lamaku dr kira2 8 taun lalu, Matrix dr indosat..

  • Fajar Indra said:  

    @ enhal : silakan kalo artikelnya mw dikopi. Tapi jangan salahkan saya kalo menyesatkan ya :D

    @ imam brotosuseno : waw, seorang pentolan BHI ngasih komen... saya merasa tersanjung :X

    buat mas imam, makasih ya, sudah ngasih fakta baru. Tapi bukannya yang pasca bayar itu adalah pendapatan tetap, dan yang pra bayar itu nggak tetap. Jadi bisa lebih tinggi lagi. Tapi penjelasan yang logis kok ;)

    @ tyas : sepakat mbak, kita harus "setia" dengan nomor lama kita, kan kasian teman-teman kalo setiap minggu ganti nomor :)

  • Anonymous said:  

    waduh waduh....setia sama pasangan hape kita aja dah..hidup XL eh iklan ya???*maapmaap*

  • Anonymous said:  

    Seharusnya anda sisipkan data-data yang anda peroleh secara lengkap, baik itu dari BI maupun dari situs lain, supaya pembaca bisa membandingkannya dan tidak terlalu terpengaruh sudut pandang anda.

  • Anonymous said:  

    wew.. dashyat ni artikel..

    saya termasuk tipe setia jd meskipun pada perang tarif, cuek is the best :)

  • Anonymous said:  

    woy.. keren juga lo punya tulisan... mantab-mantab

  • Fajar Indra said:  

    @ Pak Rachmadi:

    Nanti akan ditambahkan pak, terima kasih komentarnya :)

    @ Panda :

    Setujuuuu :p

    @ Bang Mift :

    Biasa aja kaleee b-(

  • Anonymous said:  

    analisanya bagus. itu lah pro dan kontra dari perang harga tersebut. sisi baiknya, belum tentu dinegara lain bisa tlp dgn harga yg murah bgt kaya di indo, sisi negatifnya udah dijelasin diatas ya :)

  • Fajar Indra said:  

    @ Bayu Aditya :
    Setuju sama mas bayu. belum tentu di negara lain bisa telp murah kayak di Indonesia :)

  • Syamsul Alam said:  

    bTUL... Di luar negeri telpon itu sampe 6000 an per-menit. Kalo di Indonesia bisa murah banget kayak gini... Tante saya yg dari Jerman sampe heran....

    Indonesia itu sakti, ya?

  • Fajar Indra said:  

    @ alam :
    ya iyalah... lha wong siluman ularnya banyak :p

  • intel dump said:  

    Tapi jangan salahkan saya kalo menyesatkan ya :D

  • Leave your response!

    Mohon untuk menyertakan nama dan identitas (alamat web) jika ingin berkomentar. Jika anda ingin ber-anonim, mohon cantumkan email dan nama anda.