Efisiensi Pasar Parpol di Indonesia
"Efficient Market is a Bullshit !!!"
Philip Greenspun
Di awal tahun 1960-an, seorang mahasiswa Ph D dari University of Chicago, di negeri paman sam yang ditengarai bernama Eugene Fama dengan tergopoh-gopoh akhirnya berhasil menyelesaikan tesisnya. Sebuah tesis yang pada akhirnya menjadikan pertentangan tersendiri di antara geng-geng pialang saham di Wall Street dengan investor-investor filosofis seperti eyang guru Warren Buffet. Tesis itu dikenal dengan nama efficient-market hypothesis. Tahun 1965, bersama studi empiris yang telah dilakukan Paul Samuelson, ia menyatakan kepada dunia alasan pengemukaan hipotesis tersebut. Alasannya tiada lain dan tiada bukan karena random walking yang terjadi dalam pasar saham. That's it, harga saham di masa depan sesungguhnya tidak bisa diprediksi oleh siapapun juga, termasuk para analis sekuritas ternama. Karena jika harga tersebut bisa diprediksi, maka pasar akan berlangsung efisien.
Sederhananya begini, efficient-market hypothesis menyatakan bahwa pasar saham itu efisien secara penyebaran informasi. Ada tiga macam hipotesis ini, yaitu weak-form, semi-strong form, & strong form. Dalam strong form hypothesis dinyatakan bahwa menyatakan bahwa semua informasi yang ada baik itu publik atau privat sudah terlihat di harga saham alias tidak ada lagi asymmetric information sehingga segala analisa saham tidak lagi bermanfaat. Ini adalah hipotesis yang sangat ekstrim. Namun yang jadi pertanyaan, apakah pasar tersebut efisien? Jawabannya cenderung tidak.
Mengapa tidak efisien? hal ini dikarenakan banyaknya informasi asimetris yang beredar di pasar. Sebagai contoh begini, asumsikan anda belum mengetahui apapun tentang laptop dan anda memiliki uang berlimpah seperti Syeh Puji. Anda ingin membeli sebuah laptop kepada saya, dan saya memberi dua pilihan laptop dengan spesifikasi yang sama, yaitu laptop dengan harga Rp 7 juta dan laptop dengan harga Rp 6 juta, terlepas dari apapun merknya. Pertanyaan saya, apakah sebagai pembeli anda langsung bisa memastikan bahwa laptop dengan harga Rp 7 juta itu lebih baik daripada laptop dengan harga Rp 6 juta? Apakah anda tahu dengan pasti berapa biaya produksi kedua laptop tersebut? Anda mungkin tidak tahu kalau laptop Rp 6 juta tersebut pernah jatuh ataupun terkena force majeur lainnya bukan?
Informasi tentunya takkan tersebar secara sempurna karena kemungkinan besar, penjual akan menjaga beberapa informasi rahasianya. Hal itu yang membuat pasar tidak efisien. Selain itu, secara umum ada dua hal lagi yang menyebabkan pasar tidak efisien. Pertama adalah tingkah laku pembeli, sejauh mana pengetahuan dia akan produk tersebut secara umum dan sejauh mana tingkat risk averse-nya. Kedua adalah tingkah laku pelaku pasar nakal, yang hobby menimbun atau "mengguyur" barang di pasar dengan harga di bawah harga keseimbangan sehingga hal itu membuat harga bergoncang.
Nah, apa kaitannya hipotesis diatas dengan parpol di pemilu 2009? Begini, saya menganalogikan mereka seperti sebuah komoditas barang yang akan diperjual-belikan dalam suatu pasar. Jika pasar memang efisien, maka akan ada dua hipotesis turunan yang tak terhindarkan lagi :
- Hasil pemilu 2009 nanti akan menjadi sebuah gambaran mengenai parpol terbaik dan tidak terbaik. Partai pemenang pemilu 2009 (berikut caleg-calegnya) adalah partai terbaik yang ada saat ini
- Pemilih mengetahui segala informasi yang ada sehingga mereka bisa dipastikan memilih yang terbaik menurut mereka
- Partai yang terbentuk memang benar ingin mewakili rakyat, dan bukan hasil spekulasi pemain besar untuk memecah suara lawan (political trade).
- Janji-janji dan materi kampanye merupakan murni ide mereka untuk memajukan bangsa, bukan semata-mata untuk menarik simpati rakyat dan juga menjatuhkan pihak lain.
Untuk poin nomor 4, secara subyektif saya melihatnya sebagai hal yang paling utopis diantara yang lain. Saya bukan simpatisan partai manapun, namun saya agak miris melihat materi kampanye yang diajukan mereka. Secara konsep pemasaran memang tidak ada salahnya, namun justru hal itulah yang membuat pasar politik di Indonesia semakin tidak efisien. Sebagai contoh, iklan parpol yang menyebut 80% masyarakat Indonesia menyebut bahwa pemerintahan sekarang gagal mengendalikan harga sembako. Ada dua hal yang saya garis bawahi dari iklan diatas. Pertama, angka 80%. Sungguh, saya masih tidak percaya kalau angka itu bukan penipuan statistik. Kita harus melihat dulu, berapa ukuran sampel-nya dan jenis sampling apa yang digunakan oleh surveyor tersebut. Kedua, entah karena parpol tersebut tahu atau tidak, melonjaknya harga sembako sedikit banyak dipengaruhi oleh krisis pangan dunia sebagai multiplier effect dari krisis energi yang melanda dunia medio 2008 lalu. Contoh lain adalah iklan yang menggunakan endoser seorang tokoh kontroversial yang hingga kini masih menjadi perdebatan tentang "kepahlawanannya". Hal ini tidak lebih dari sebuah anti-marketing yang tentunya memiliki beberapa tujuan-tujuan politis lainnya.
Pencalonan berbagai artis yang tidak kompeten juga semakin memperkuat kondisi ketidakefisienan pasar politik di Indonesia. Jujur, diantara yang artis-artis yang telah dan akan menjadi anggota legislatif, bagi saya hanya Angelina Sondakh yang pantas disebut kompeten. Yang lain mungkin harus belajar 10-20 tahun lagi. Saya sering melihat betapa "hebat-nya" mereka di media, yang terkadang seolah jauh lebih hebat dari para doktor lulusan Harvard maupun Princeton.
Kesimpulannya adalah, pasar politik di Indonesia tidak efisien. Memang tidak ada yang efisien di muka bumi ini. Namun bisakah kita menuju kurva efisiensi tersebut? Pertanyaan yang utopis bukan?
Salam,
Gambar diambil dari berbagai sumber
ooohh fajar... betapa polos dan hijaunya dirimu nak... :p
WOW! Guru bahasa Indonesiaku baca ini atau melihat dan mendengarku berbicara seperti ini, pasti kaget....
utopis itu apa artinya mas??? :))
Artikel anda:
http://politik.infogue.com/
http://politik.infogue.com/efisiensi_pasar_parpol_di_indonesia
promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!
agak berat emang klo ngomongin negeri ini, baik politik, ekonomi, semuanya kayaknya memaksimalkan 'kehormatan' dan pendapatan pribadi n golongan tertentu. jadi ga efisien hasilnya :D
wheww..
sudut pandang baru nehh, mantapp
untung diriku ngak mau pas mau diajukan sebagai caleg
ya gitu deh. para calon cuma ngumbar kata2 mutiara tok untuk didengar saja, bukan untuk dilihat buktinya ataupun dirasakan hasilnya.
kalo aku sih mending jadi orang jalanan,he..he..
berrrraaaaattttzz......
Hanya satu kata: Tajam.
benar2 serasa ngikutin panel diskusi para pakar ngabaca artikelnya. Spechless saya Kang...
ya itulah keadaan politik kita. katanya itu juga menggambarkan kapabilitas rakyat kita pada umumnya? semoga tidak lah ya...