Bicara Lagi Tentang Harga BBM

2008-10-30 Leave a Comment

Bulan Juni lalu masih terekam hangat dalam benak saya mengenai pro dan kontra masyarakat tentang kenaikkan harga BBM oleh pemerintah. Pihak pro mengatakan, bahwa selain untuk mengurangi subsidi yang selama ini menjadi beban negara dan menghilangkan peluang arbitrase, apa yang mereka lakukan hanyalah mengikuti mekanisme pasar dimana dunia benar-benar dipusingkan dengan harga minyak yang melambung tinggi. Sementara yang kontra cenderung melihat bahwa daya beli masyarakat yang minim, akan terus tergerus dengan kenaikkan harga BBM ini, seperti apa yang diutarakan oleh sang profesor Erasmus University, Kwik Kian Gie. Saya sendiri saat itu berada dalam pihak yang pro kenaikkan harga BBM dan saya pernah menuliskan alasan saya disini, sebelum akhirnya mendapatkan sebuah tentangan dari seorang anonim yang mengaku bernama Dian Lanang dengan ke"ngotot"annya yang akhirnya justru membuat saya "ngecengin" dia.

Dan saat ini, harga minyak dunia justru sedang mengalami penurunan. Data yang saya lansir dari oil-price.net diatas menunjukkan harga minyak telah menyentuh kisaran US $ 70 per barrel karena turunnya permintaan minyak akibat resesi ekonomi global. Harga tersebut jauh dibawah harga internasional pada masa Juni, yaitu kisaran US $ 125 per barrel. Muncul sebuah wacana untuk menurunkan harga BBM. Wacana itu dimunculkan sebagai komparasi atas penurunan harga petroleum di AS yang mencapai kisaran Rp 7650,- per liternya. Selain itu, penurunan harga BBM dimungkinkan akan membuat sektor riil di Indonesia untuk kembali bergairah. OK lah, mari kita berandai-andai tentang penurunan harga BBM dengan sebuah ilustrasi yang sederhana dan sedikit common-sense dibawah ini.

Skenario 1, penurunan harga BBM dari sisi Mikroekonomi

Saat ini, harga premium sudah mencapai Rp 6000,- setiap liternya dikala harga ekuilibrium internasional yang mencapai ± Rp 11000,- per liter. Sudah barang tentu harga Rp 6000,- adalah harga BBM bersubsidi. Sementara harga pasar dunia telah turun ± 44% dari harga tertinggi bulan Juni. Harga BBM tak mungkin turun segila itu, karena hal ini bisa mengakibatkan goncangnya pasar di Indonesia. Taruhlah harganya turun kembali jadi Rp 4.500,- per liter, daya beli masyarakat pun akan kembali pulih dan sektor riil akan kembali bergairah untuk aktivitas produksinya. Pulihnya daya beli masyarakat juga bisa diartikan dengan meningkatnya pendapatan riil mereka, sehingga untuk barang normal, konsumsi mereka akan bertambah besar.

Bagi perusahaan, turunnya harga BBM berarti turunnya pula biaya produksi. Hal ini akan merangsang perusahaan untuk memproduksi output barang lebih banyak bukan? Hal inilah yang diharapkan pemerintah dan kita semua. Sektor riil berkembang dan lapangan kerja terbuka. Aktivitas produksi perusahaan tersebut serta merta akan mengembalikan permintaan agregat dari perusahaan terhadap minyak. Nah, jika sudah begitu, akibatnya adalah harga minyak bisa naik kembali.

Kembali ke sisi konsumen. Apakah penurunan harga minyak akan berpengaruh besar kepada inflasi? Saya pikir ya, namun tidak signifikan dan hanya sesaat saja. Ada beberapa alasan yang mendasari statement saya barusan. Kedua ilustrasi saya ini didasari oleh sebuah konsep mikroekonomi sederhana yang disebut dead-weight loss.

  • Perusahaan memang mendapatkan "keringanan biaya" dalam memproduksi barang. Namun saya kira, hal itu tidak serta merta merangsang mereka untuk menurunkan harga. Terutama pada barang yang sifatnya B2C (Business to Consumers). Penurunan harga BBM justru menjadi sebuah kesempatan untuk meraup surplus produsen yang lebih besar (dikala pendapatan riil konsumen naik). Karena mereka berkesempatan untuk memproduksi dengan biaya yang lebih rendah. Contoh konkritnya, mungkinkah pedagang warteg menurunkan harganya hanya karena BBM turun sedikit? saya pikir jika mereka menurunkan harga, mereka berada diambang kehancuran.

  • Struktur biaya terbesar perusahaan sebenarnya bukan pada biaya transportasi BBM, tapi adalah upah gaji karyawan. Nah, yang namanya gaji karyawan adalah variabel yang nyaris tidak mungkin diturunkan. Pun jika diturunkan, demonstrasi besar-besaran akan menghiasi macetnya ibukota. Alasan penurunannya logis, yaitu karena kebutuhan karyawan (seharusnya) lebih sedikit karena harga BBM turun. Namun hal itu nyaris tak mungkin dilakukan. Maka dari itu, berkurangnya harga BBM pun sebenarnya tidak terlampau signifikan dampaknya terhadap COGS sebuah barang (secara umum). Dan alhasil, penurunan itu tidak mengakibatkan turunnya harga jual sebuah barang.
Nah, dari sisi mikroekonomi dengan ilustrasi diatas, saya cenderung mengusulkan pemerintah untuk tetap bertahan di harga BBM saat ini.

Skenario 2, penurunan harga BBM dari sisi Makroekonomi

Untuk ilustrasi berikut, sebenarnya saya menggunakan logika berpikir saja. Dan maaf jika data-data yang saya sajikan tidak terlalu lengkap. Begini, saya melihat ada sebuah korelasi positif antara jatuhnya indeks harga saham Dow Jones dengan harga minyak mentah dunia. Alasannya simpel, resesi ekonomi global membuat industri lesu sehingga aktivitas produksi mereka menjadi minimum. Dan pada akhirnya, permintaan terhadap minyak pun menurun sehingga sangat wajar apabila harganya pun turun. Venezuela dan Iran adalah negara yang paling dipusingkan dengan kasus ini, karena mereka adalah eksportir minyak terbesar di dunia.

Namun apa yang terjadi jika pasar kembali bergairah dengan ditandai dengan meroketnya indeks harga saham di seluruh dunia? Aktivitas produksi pun akan kembali bergairah dan otomatis, permintaan akan minyak akan kembali ke titik normal. Saat ini, mungkin rebound terhadap indeks harga saham dunia belum begitu signifikan. Tapi dengan terpilihnya presiden baru di AS, kemungkinan akan terhembus sebuah harapan baru karena selama ini, kedua kandidat capres AS memang menyembunyikan kartu truf-nya untuk mengatasi krisis perekonomian demi kepentingan politik. Saya yakin, indeks Dow Jones akan kembali rebound ke titik normal karena bagusnya fundamental ekonomi AS. Maka dari itu, dengan kembalinya permintaan akan minyak membuat harga akan kembali ke level normal (harga ekuilibrium).

Nah, jika sudah begitu, kalau kita turunkan harga minyak sekarang, tentunya jika suatu saat minyak dunia kembali bullish, maka kita harus kembali lagi menaikkan harga minyak, dan para mahasiswa yang katanya bermodalkan intelektual itu akan kembali demo dan bikin macet di jalan. Pilihan yang sulit bukan?

Keputusan Pemerintah

Itulah sedikit ilustrasi sederhana tentang gonjang-ganjing harga BBM. Lantas bagaimanakah seharusnya pemerintah? Saya setuju dengan pernyataan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, ini keputusan politis. Sangat sulit untuk mengambil keputusan ini beserta resikonya. Bisa juga kan presiden SBY mengambil langkah politik untuk menurunkan harga BBM menjelang tahun 2009 ini? Tapi menurut hemat saya, sebaiknya Harga BBM jangan diturunkan. Intinya adalah, harga BBM ini cenderung akan terus naik hingga stok minyak dunia habis. Ini bukan masalah siapa yang untung atau rugi, tapi adalah perbandingan dampak yang dihasilkan dengan biaya sosial yang harus dikorbankan dengan penurunan harga BBM ini. Saya yakin, presiden SBY dan para menterinya tahu benar apa yang harus dilakukan.

Sekian ilustrasi sederhana dari saya, terima kasih.

Salam,

21 comments »

  • Fajar Indra said:  

    berhubung harga BBM masih dalam gonjang-ganjing, maka penjualan pertamax ditutup.

    terima kasih :p

  • Bazoekie said:  

    wah, secara garis besar aku sepakat dengan ulsan kang fajar.
    saat ini serba spekulatif, jika berkepusan akan sangat riskan. ekonomi riil telah menuju "kesimbangan baru" contohnya harga barang2. jika BBM turun belum tentu cost hidup lebih murah krn parameternya banyak sekali.
    yang paling penting adalah menjaga kondisi makro dan mikro ekonomi.
    selisih menurunya subsidi BBM lebih bijak untuk menambah anggaran insentif usaha riil rakyat misal UMKM yang nyata2 tahan krisis..
    Nice posting bro...
    warm regards..

  • Anonymous said:  

    oooo pertamax nya tutup ya???
    yo wes KETIGAXXX aja deh

    klo ada pemilu khusus menteri ekonomi or menteri BBM :D , dapat kupastikan aq milih kamu ndra.

  • Anonymous said:  

    Oalah mas fajarr....Topo pendeme kok suwi bgt...
    Kl aku sih walo harga BBM turun juga ga ngaruh. wong kebutuhan hidup lain udah terlanjut tinggi harganya. Jadi ga ngefek

  • tyasjetra said:  

    mudah2an beneran premium turun jadi 4500 lagi...
    tapi kayanya kok... ah, gak yakin deh...

  • Anonymous said:  

    saya rasa kini saat pemerintah betul-betul mengajak masyarakat untuk membeli produk dalam negeri. Selain menggairahkan sektor riil, juga memupuk ketahanan bangsa dari ketergantungan produk luar. Mulailah dari sekarang. (nyontek dikit visi misinya Gerindra.., Ndra).

    hi hi hi hi hi

  • Anonymous said:  

    hebat bung, anda sudah lama tidak nulis. tapi sekali anda menulis, tulisan anda selalu luar biasa. hebat,

  • Anonymous said:  

    menurutku ada dampak positifnya juga harga BBM naik (khususnya utk kendaraan pribadi) agar orang berhemat dan mengurangi konsumsi bahan bakar

    ketergantungan thd BBM ini emang udah luar biasa. boleh saja pemerintah menurunkan harga BBM (seperti juga yg terjadi di negara2 lain termasuk US) tapi di sisi lain pemerintah harus bergiat mengembangkan energi alternatif yg murah dan efisien sehingga ketika harga BBM naik lagi, Indonesia siap dan gak perlu megap2...jalannya perekonomian jadi lebih smooth:)

    btw nice article. i like it

  • Kristina Dian Safitry said:  

    setelah membaca,daku juga gak tahu nih apakah daku termasuk yang pro atau kontra.he..he..

  • Anonymous said:  

    hemmmm BBM...tetap deh ga sepakat BBM Naik...wah ga nyambung ya....
    Kabuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuur

  • Anonymous said:  

    Wah...
    bingung, mau naik apa turun..
    tapi kita sudah enjoy sama harga BBM sekarang..

    ya tetap aja lah...

    Klo turun, ntar klo naik lagi pasti rusuh lagi.
    dan rusuhnya juga karena harganya sama..

    Kerja 2X namanya

  • Afif Amrullah said:  

    moga aj pemerintah menurunkan harga BBM.
    nice post!

  • Milla Widia N said:  

    Pertamax gak.... eh engga deng Premium hehehehe...
    ayo dukung turunkan harga BBM !

  • Anonymous said:  

    katanya BBM turun kok harga2 masih naik...wah dasar manusia ..kalo dah naik buat turun emang susah..

  • Anonymous said:  

    saiki wis iso mas fajar..
    turun tapi seko truk ya podo wae
    tapi mogamoga analisisnya wokey
    :D

  • Anonymous said:  

    Analisa yang bagus mas. sebuah pernyataan yang berani disertai penjelasan yang cukup akurat. pemerintahan jelas memikirkan dampak baik atau buruk yang akan menimpa masyarakat. tetapi dimata saya, "orang pemerintahan" hanya memanfaatkan momen ini untuk memperbesar namanya.

  • Fajar Indra said:  

    # bazokie & bagus pras: benar mas, saya setuju dengan sampean, dari pada untuk mensubsidi rakyat yang belum tentu produktif, mendingan buat mengembangkan sektor riil.

    # eeda : wakakakaka, iya mbak, bener. Warteg udah mahal, lebih mahal dari masakan padang.

    # nita : hmmm... energi alternatif sifatnya sudah fardlu ain, gara-gara minyak bakalan habis di bumi ini :)

    # Kristina DS : pilihan yang sulit ya mbak?

    # Afif Amrullah, Milla Widia & Enhal : Hehehe, semoga beruntung ^_^

    # herro : mungkin iya, karena menjelang 2009 :)

  • Anonymous said:  

    sorry bru d bls. ketik aja "save as PDF di blog" di google. scriptnya gak bisa dimasukkin di komen

  • Anonymous said:  

    nice post bung, analisanya keren. Panda jg dalam pihak pro :)

  • Anonymous said:  

    Kalau berbicara masalah BBM gak ada matinya deh

  • Anonymous said:  

    Anda benar. Penurunan harga BBM tidak serta merta menurunkan harga barang dan jasa. Jadi biaya hidup tetap saja tinggi

  • Leave your response!

    Mohon untuk menyertakan nama dan identitas (alamat web) jika ingin berkomentar. Jika anda ingin ber-anonim, mohon cantumkan email dan nama anda.